Sejarah Keluarga Mahasiswa
Universitas Islam Indonesia
A. Sejarah Lembaga Kemahasiswaan
Sekolah Tinggi Islam yang berdiri pada hari ahad tanggal 27 Rajab 1364 bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 dan kini bernama Universitas Islam Indonesia, tidak terlepas dari kiprah mahasiswa untuk senantiasa memberikan peran
positif yang maksimal untuk bangsanya. Hal ini terbukti dari sejak berdirinya STI, mahasiswa yang waktu itu hanya diterima 14 orang dari 78 pendaftar telah membulatkan tekadnya dalam membangun bangsa, dengan ikrar sebagai berikut: “Kami pelajar- pelajar Sekolah Tinggi Islam di Jakarta, mengikrarkan janji dan membulatkan niat akan menyerahkan segenap tenaga kami dalam menuntut ilmu- ilmu yang diajarkan pada Sekolah Tinggi Islam serta menjunjung tinggi akan akhlak dan budi pekerti Islam, agar kami dengan pertolongan Allah SWT., menjadi muslim Indonesia yang utama dan anggota yang berguna bagi masyarakat Indonesia, sejajar dengan lain- lain bangsa Asia Timur Raya, serta dapatlah menunaikan kewajiban kami sebagai pemimpin Islam Indonesia pada masa yang akan datang sesuai dengan amanat P.J.M. Gunseikan dan tuan Rektor kami”. Seiring berjalannya waktu dan seiring pula kepindahannya STI ke Yogyakarta (10 April 1946), mahasiswa STI terus berkarya dan menjadikan momentum kepindahan tersebut sebagai kebangkitan mahasiswa STI dengan mendirikan dua lembaga kemahasiswaan: Pertama, Senat Mahasiswa STI. Kedua, Himpunan Mahasiswa Islam. Senat STI dipimpin oleh: Ketua I (Penanggungjawab Umum Djanamar Adjam, ketua II (aktiva kemasyarakatan dan agama) Amin Syahri, Ketua III (kemahasiswaan) Lafran Pane.
Karena posisinya Lafran Pane sebagai ketua yang membidangi kemahasiswaan itulah, maka Lafran Pane berinisiatif mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (mengingat yang studi di STI tidak hanya mahasiswa Islam) dengan cita-cita Lafran Pane sebagai berikut: “ sebagai alat mengajak mahasiswa- mahasiswa mempelajari, mendalami ajaran Islam agar mereka kelak sebagai calon sarjana, tokoh masyarakat maupun negarawan, terdapat keseimbangan dunia, akhirat, akal dan qalbu, iman dan ilmu pengetahuan, yang sekarang ini keadaan mahasiswa kemahasiswaan di Indonesia di ancam krisis keseimbangan yang sangat membahayakan, karena sistem pendidikan barat”.
Sedangkan perkembangan senat mahasiswa di tingkat fakultas dinamakan komisariat senat mahasiswa (selain ada empat fakultas yaitu : ekonomi, hukum, pendidikan, dan agama, komisariat di fakultas juga ada kelas pendahuluan) akan tetapi karena tata kerja dan struktur yang sempit, maka pada tanggal 21 September 1950 diadakan Sidang Umum yang kemudian menghasilkan keputusan dengan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) dengan merujuk pada konsep negara, MPM sebagai lembaga legislatif, dan DEMA sebagai lembaga eksekutif. Inilah yang dinamakan Student Government dan tanggal 21 September 1950 diperingati sebagai hari kelahiran Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia.
Dewan Mahasiswa mempunyai dua tugas pokok, yaitu ke dalam dan keluar. Kedalam meliputi:
- Memelihara dan mempertinggi mutu mahasiswa dan siswa UII lahir batin;
- Menyalurkan segala tenaga mahasiswa ke arah yang dicita- citakan.
Tugas keluar meliputi:
- Memberikan bantuan yang sebesar-besarnya kepada instansi-instansi di di universitas dalam usahanya untuk menyempurnakan bentuk dan isi universitas;
- Mengadakan hubungan yang erat dengan organisasi- organisasi mahasiswa lain, baik di dalam maupun di luar negeri;
- Mengadakan kerjasama yang erat dengan masyarakat di luar universitas untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Pada periode ini peran mahasiswa untuk universitas sangat besar terlebih untuk mencarikan dosen-dosen yang diperlukan, ikut menggali dana untuk realisasi pembangunan gedung UII, bahkan lembaga mahasiswa juga berperan dalam proses perolehan status disamakan bagi fakultas-fakultas di lingkungan UII. Pada era ini juga memiliki sejarah penting di tahun 1960-an, yaitu gerakan mahasiswa telah melahirkan satu angkatan muda terkemuka, yaitu angkatan 1966, yang bersama militer turut menumbangkan orde lama dan membubarkan PKI.
Era BKK-KUA
Sudah 20 tahun lebih lembaga kemahasiswaan UII menggunakan konsep student government dengan nama MPM dan DEMA. Akan tetapi rintangan menghadang seluruh organisasi kemahasiswaan di Indonesia tepatnya dengan dikeluarkannya SK menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarif Tayep tanggal 23 Januari 1974 atau terkenal dengan nama SK 029-74 mengenai dibekukannya seluruh kegiatan-kegiatan Dewan Mahasiswa di universitas/perguruan tinggi/institut, karena banyak timbul gerakan mahasiswa di kampus-kampus di bawah bendera masing- masing Dewan Mahasiswa.
Menjelang Sidang Umum MPR Tahun 1978, suhu politik Indonesia naik dan kampus- kampus di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dll) bermunculan aksi-aksi demonstrasi di bawah bendera Dewan Mahasiswa masing- masing. Hal ini menyebabkan dikeluarkannya SK Kepala Staf PANGKOPKAMTIB (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) No. SKEP-02/KOPKAM/I/1978 pada tanggal 21 Januari 1978, yang berisi perintah pembekuan kegiatan Dewan Mahasiswa dari semua universitas, perguruan tinggi, dan institut. Di Yogyakarta seluruh DEMA bersatu, menuntut pemerintah yang sudah berjalan menyimpang. Akibatnya sebagian dari mahasiswa ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Salah satu mahasiswa yang ditahan dari UII adalah Maqdir Ismail, mantan ketua departemen ekstern DEMA UII (sekarang berprofesi sebagai advokat di Jakarta, dengan gelar DR. Maqdir Ismail, SH., L..LM).
Salah satu upaya pemerintah menghadapi gejolak tersebut dengan mengeluarkan kebijakan bernama Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) melalui SK No. 0156/U/1978 tanggal 19 April 1978, dengan disusul instruksi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi tanggal 17 Mei 1978, dengan nomor 002/DJ/Inst/1978, pada intinya berisi perintah “Untuk menata kembali lembaga-lembaga kemahasiswaan di perguruan tinggi sesuai dengan pedoman NKK”. Konsep ini jelas ditolak oleh mahasiswa, di Daerah Istimewa Yogyakarta mahasiswa diwakili oleh UII, UGM, IKIP (UNY) mendatangi DPR RI untuk menolak konsep NKK tersebut.
Begitupun di internal UII sendiri terjadi gerakan penolakan konsep NKK oleh mahasiswa, namun tidak membuahkan hasil yang diinginkan. dalam merespon dinamika yang terjadi akhirnya Rektor UII dengan desakan-desakan dari pemerintah dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS) mengeluarkan SK No. 718/B.VI/1978 tentang pedoman pelaksanaan NKK di UII yang berisi:
- Likuidasi seluruh lembaga kemahasiswaan yang ada di UII;
- Likuidasi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dan harus selesai paling lambat minggu III bulan Desember 1978;
- Mengadakan pemilu mahasiswa sesuai dengan instruksi Dirjen Perguruan Tinggi.
Berdasarkan hal tersebut maka dibentuklah Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) dan Koordinator Unit Aktivitas (KUA), masing-masing sebagai pemegang legislatif dan eksekutif, namun untuk BKK diketuai oleh Pembantu Rektor III dengan anggota Pembantu Dekan di lingkungan UII dan wakil mahasiswa yang terpilih melalui pemilu mahasiswa.
Era DPM-LEM
Pada tanggal 15 Mei 1993, Sidang Umum XXII menghasilkan keputusan di bentuknya Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) untuk tingkat Universitas serta Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dan Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) di tingkat Fakultas.
Pada Sidang Umum XXV tahun 1998 terjadi perubahan nama lembaga mahasiswa pada tingkat fakultas, untuk eksekutif bernama Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas (LEMF) dan legislatif bernama Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Konsep inilah yang bertahan sampai sekarang. Pada tahun 1998 KM UII juga ikut berperan dalam menggulingkan rezim Soeharto, dan melahirkan orde reformasi.
B. Realita Kemahasiswaan
Sejak adanya kebijakan setelah NKK yang dipengaruhi oleh era globalisasi berdampak pada pendidikan di Perguruan Tinggi yang semakin kental dengan sistem kurikulum yang feodalistik diantaranya adalah: pertama, materi pembelajaran lebih di perkental daripada aspek pengembangan pikiran, kedua; lebih mementingkan formalisasi materi daripada substansi materi yang berujung pada pengembangan kepribadian dan identitas individual, ketiga; tidak menempatkan peserta didik sebagai mitra belajar, keempat, tidak menghormati nilai-nilai pilihan pribadi pelajar.
Student Government merupakan sebuah konsep pemerintahan dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Berangkat dari konsep tersebut maka dapat diartikan bahwa Lembaga Legislatif merupakan lembaga mahasiswa tertinggi dan memegang kedaulatan mahasiswa dalam Student Government KM UII yang disebut dengan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) pada tingkat universitas, sedangkan untuk tingkat fakultas disebut Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut terbukti bahwa Keluarga Mahasiswa UII memakai sistem demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan, sehingga mahasiswa tidak lagi secara langsung memilih dan meminta pertanggung jawaban Ketua Umum Lembaga Eksekutif Mahasiswa baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas.
Kehendak mahasiswa untuk menentukan haluan Keluarga Mahasiswa disalurkan kepada wakil-wakilnya yang duduk di dalam DPM UII dan DPMF. Anggota-anggota Lembaga Legislatif (DPM UII dan DPMF) ini dipilih secara langsung oleh mahasiswa UII melalui Pemilu Mahasiswa. Kemudian anggota anggota terpilih tersebut bersidang ·untuk membentuk pengurus DPM UII/DPMF serta memilih mandataris DPM (Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa) pada tingkat universitas dan memilih mandataris DPMF (Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas) pada tingkat fakultas.
Dalam pelaksanaan sistem Student Government di KM UII dewasa ini masih jauh dari kata sempurna atau ideal, banyak hal yang perlu dilakukan untuk mencapai kata sempurna. Beberapa permasalahan umum yang terjadi seperti belum maksimalnya penerapan prinsip transparansi dan koordinasi antar lembaga di KM UII dalam penyelenggaraan sistem Student Government yang berakibat pada rendahnya tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap lembaga di KM UII.
Selain itu, mahasiswa yang dikenal dengan semangat juang dan idealismenya yang mana seharusnya mengemban amanah dan tugas yang besar sebagai agent of change, guardian of value, social control, moral force, dan iron stock perlu di komparasikan dengan realita keterlibatan mahasiswa atas kerja-kerja sosialnya. Realitas yang berjalan dewasa ini, disorientasi mahasiswa akan fungsi dan nilai luhurnya terganggu oleh pragmatisme praktis yang menjamur di tengah mahasiswa, hal ini merupakan penghambat mahasiswa untuk mengaktualisasikan peran yang seharusnya dilakukan. Kemudian, perkembangan teknologi, pengaruh situasi global serta komersialisasi pendidikan memberikan efek domino terhadap mahasiswa, yang dimana pada realitas nya terjadi penurunan keterlibatan mahasiswa atas isu sosial dan keumatan .
Dengan demikian ini menjadi evaluasi pada periode 2021/2022 untuk terus meningkatkan dan mengembalikan marwah agar lembaga mahasiswa memiliki daya tawar dan daya serap aspirasi mahasiswa yang komprehensif guna memperjuangkan hak-hak mahasiswa.